—Happy Wedding, Fath-
“Temen-teman, thank you banget buat hari ini ya! Kalian luar biasa pokoknya” Fathan mengacungkan kedua jempol miliknya, di ajukan untuk para sahabatnya.
“Malem ini kalian bebas yaa nginep dan minum-minum di villa gua, pokoknya bebas deh mau ngapain aja”
“Gua sama Kayla duluan ya, tapi sorry nih kita pisah room hahaha. Kalian gaboleh ganggu malem pertama gua, awas aja hahaha” Fathan & Kayla bergandengan meninggalkan para sahabatnya. Semuanya tertawa kecuali Anjani.
Anjani mengeluarkan satu bungkus rokok Marlboro Merah, lalu mengapit satu batang rokok tersebut di bibirnya. “pinjem cricket dong”
“Wesssss ngerokok lagi wessss hahaha” Aldin, Jericko dan Yuta mengejek Jani sambil tertawa terbahak-bahak. Beberapa waktu yang lalu, Anjani menginterupsi bahwa dirinya tidak akan merokok lagi, tapi hari ini ia kembali merokok. Wanita jaman sekarang memang omongannya tidak bisa di percaya hahaha—
Tiba-tiba terdengar bunyi pemantik di nyalakan, Leon menyalakan cricket miliknya dan mulai membakar sebatang rokok di bibir Jani.
Asap mulai keluar dari mulut serta hidung mancung milik Jani, yang lain hanya menatapnya iba, Jericko memecah keheningan dengan berdehem “Ehemmm, have fun Jani! Kita lepas profesi dokter kita buat malam ini aja! Kita bebas liar malam ini!!!” Suara milik Jericko bergema di ruangan terbuka itu, ia membuka jas hitam yang sedari tadi ia gunakan.
“Gua mau jemput cewe, nanti balik lagi kesini. Oiyaa, jangan buka botol sebelum gua balik sini yaaa!” Jericko berlari, ia sangat bersemangat, bukan main.
“Kita juga, gua mau nyamperin istri terus si Aldin mau ambil baju ganti di mobil. Kalian berdua duluan aja masuk Villa. Tapi inget, jangan buka botol duluan owkay” Yuta mengeluarkan smirk miliknya, lalu merangkul Aldin sambil melangkah pergi.
Yang tersisa hanya Leon dan Anjani, mereka berdua sama-sama terdiam dan bergelut dengan pikirannya masing-masing. Anjani tiba-tiba saja berjongkok “This is so painful, Leon”
Leon berdiri di hadapan Anjani, mengelus pelan rambut wanita di bawahnya. Leon mengambil rokok yang hampir habis itu dari tangan Anjani.
“Udahlah Jan, lo cuma nyakit-nyakitin diri sendiri” Leon menghisap dalam-dalam rokok tersebut, “Hmm manis” katanya.
“Ikhlasin Fathan, lo harus bisa Jan. Dia aja gatau tentang semua perasaan lo, apalagi rasa sakit lo”
“Berisik” Anjani mendongakkan kepalanya ke arah Leon.
“Hahaha lo nangis? Anjani seriusan lo nangis?” Leon berjongkok menyesuaikan dirinya dengan Anjani.
“Ckkk beneran nangis” “Sini-sini deh” Leon membawa Anjani ke dalam pelukannya, mendekapnya dengan sangat erat.
“Jan, lo gaboleh kaya gini. Takdir lo bukan Fathan, lo bener-bener harus terima. Tuhan punya rencana lain buat lo, let’s movin on Jan”
Anjani masih menangis tanpa suara, air matanya membuat mascara di bulu matanya luntur.
“Gua engga ganti pin ATM deh perasaan” Leon sedikit tertawa.
“Hah? Apa urusannya?” Anjani masih dengan terisak-isak.
“Lo beli make up murah ya? Kan gua udah kasih kartu sama pin ATM gua tempo hari ke lo buat beli make up, kok beli yang murah?”
“Apasih lu bertele-tele, gua gabisa mikir Leon!!!!!” Anjani kembali merengek, mencubit dada bidang milik Leon.
“Hahaha aw aw ampun-ampun jangan nyubit, ok ok bentar stop dulu jangan nyubit” Leon berdiri sambil membuka jas yang ia kenakan.
“Tuh mascara yang lo pake luntur, sumpah sekarang lo keliatan kaya gembel” Leon menggulung lengan kemeja putihnya, lalu ia mengeluarkan sapu tangan bergambar gitar “Nih, lap dulu tuh”
Anjani kaget mendengar ucapan Leon, rasa kesalnya semakin menjadi-jadi, ia kembali menangis. “Aahah gilaa kenapa sih lu ga ngasih tau dari tadi” Anjani menyambar sapu tangan itu dari tangan Leon, ia mengusap air matanya terlebih dahulu.
“Ih susah ini mah harus pake micellar water” Anjani semakin berantakan setelah mascara nya mulai belepotan di area sekitar matanya.
“Bawa? Ada dimana? Di mobil Aldin?”
“Engga… ketinggalan di apart Fathan”
“Jadi?” “Gua harus beli?”
“Iya…”
“Yaudah, tunggu disini, gua bisa lari ke Alfamart di depan gerbang sana”
“Jauh ya?”
“Hmm lumayan, mobil gua juga di parkir disana kan”
Anjani berdiri merapihkan dress nya yang agak kusut, ia juga melepaskan heels 5cm miliknya.
“Ikut”
Leon menggaruk tengkuknya yang tak gatal “Umm ya ayo, tap-pi ngapain lepas high heels?”
“Gendong” Anjani memasang ekspresi clingy, di tambah dengan riasan yang sudah sangat berantakan bercampur dengan air mata, Hah Leon tidak akan pernah menolak satupun permintaan Anjani.
“Ayo naik” Leon menawarkan punggungnya, ia sedikit berjongkok. Anjani langsung menaruh tubuhnya di atas punggung Leon, lalu mengalungkan tangannya di leher Leon.
“Hahaha ayo maju kuda” Anjani mencium pelan pucuk kepala Leon “Hmmmmm masih wangi banget nih rambut om-om”
“Ya jelas lah, kepala gua mah make shampoo mahal” Leon mulai mengangkat tubuh dan memegangi Jani, melangkah pelan-pelan agar wanita tersebut merasa nyaman.
Sepuluh langkah, lima belas langkah perjalanan mereka masih tetap hening. Leon tersenyum di sepanjang jalan. Wanita yang satu tahun lalu membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama, kini selalu ada di dekatnya, dengan jarak yang tak pernah terbatas.
“Fathan, makasih banyak yaa karena lo ga di takdirkan dengan Jani. Jani harus jadi milik gua, Hahaha walaupun belom tentu Jani mau sama gua” Begitulah batin Leon.
“Jan”
“Hmmm?”
“I love u”
“Hahaha basi”
“Will u marry me?”
“Hahaha, let’s go”
“Gua ga bercanda anjing”
“Hahaha gua ngantuk ah, kalo udah sampe Alfamart bangunin”
Leon tertawa kecil, begitu lucu wanita satu ini, segala hal unik selalu ada di dalam dirinya.
Anjani harus bahagia, begitulah Leon berjanji kepada dirinya.
“Fathan, sekali lagi selamat. Bahagia selalu bro, semoga keluarga kecil lo selalu di lindungi dan di berkahi. Gua bakalan segera memperbaiki hubungan keluarga kita, begitupun dengan segala kesalahan gua. Gua sayang sama lo, lil bro” Leon terus membatin di sepanjang jalan, ia masih menggendong Jani di punggungnya.
Waktu 10 menit terasa sangat lama karena Leon sengaja berjalan dengan pelan, tidak lain tidak bukan alasannya adalah supaya bisa berlama-lama dengan Jani.
——“Jan, i still love u and happy wedding Fath”—-