//Kopi, Game Dan Anjani
*nsfw
Mercy putih milik Leon sudah terparkir di area parkiran rumah sakit ternama di kota Bandung. Ia keluar dari mobil sambil mengacak rambut hitam miliknya, tidak lupa ia juga menenteng beberapa Ice Americano kesukaan Jani.
Leon berjalan dengan langkah yang besar, laki-laki jangkung itu sangat gagah jika sedang berjalan, ditambah dengan badan tegap semakin menambah aura bahwa dirinya terlihat seperti preman. Padahal nyatanya, ia hanya pria dewasa yang kesepian dan juga kesehatan mental yang tidak stabil.
Saat hendak memasuki lobby rumah sakit tersebut, ia melihat seseorang sedang berjalan dengan pandangan yang kosong, wajahnya terlihat lesu, rambutnya lepek berantakan seperti sudah berhari-hari tidak keramas.
“Anjani—” panggil Leon kepada seseorang tersebut. Jani langsung mengedarkan pandangannya, mencari-cari sumber suara tersebut.
“Janiiiii, why are u so messy babe?” Ucapnya sambil menyibakkan rambut milik Jani ke belakang telinganya.
“Capee, mau berenti aja” jawab Jani singkat sembari mengulurkan tangannya seperti ingin meminta sesuatu.
“Ice Americano kan? Nih—”
“Tangan, pengen pegang tangan Leon” Jani memotong ucapan Leon.
“Sure!” Tangan besar milik Leon menggenggam dan mengunci jari-jari lentik milik Jani.
______________________
“Kopinya kok lebih pait dari biasanya sih?” Ucap Jani saat menyeruput Ice Americano—nya di dalam mobil milik Leon.
“Itu tuh akibat satu minggu lu engga minum kopi, kok harus nolak sih? Setiap gua mau kirimin kopi kesini, lu selalu nolak”
“Lu ngehindar dari gua?” Mata Leon mengintimidasi Anjani.
Jani menghembuskan kasar napasnya “Hahhhh, gua engga menghindari siapapun. Gua lagi capek aja Le, urusan pekerjaan yang ga pernah kelar, kepala gua mumet juga mikirin temen sendiri mau nikah hahaha” Jani tertawa sembari membuang pandangannya terhadap Leon.
Leon tidak bersuara, tangan kanannya hanya bergerak menghidupkan mesin mobilnya, sementara tangan kirinya tidak berhenti mengelus pucuk kepala Jani.
“Pulang ke apart lu aja” Ucap Jani singkat. Leon tidak menjawab ucapan Jani, ia melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.
______________________
Setelah sampai di Apartement milik Leon, Jani langsung bergegas memasuki kamar mandi dan mengguyur tubuhnya dari atas kepala hingga ujung kaki yang terasa sangat lengket itu. Tidak lupa ia juga memijat pelan kepalanya.
Sementara Leon, ia langsung menyalakan pc gaming miliknya dan bergegas memainkan game yang ia pilih.
“Mau duduk disitu” Tiba-tiba saja Jani menginterupsi sambil menggosok rambutnya yang masih basah.
“Siniii” Leon menepuk pahanya pelan. Ia membenarkan posisi duduknya dan mempersilahkan Jani untuk duduk di pangkuannya.
Tidak basa-basi lagi, Jani langsung menduduki paha milik Leon. Ia duduk menghadap Leon dan membelakangi komputer-komputer tersebut. Ia menyandarkan tubuhnya di dada bidang milik Leon.
“Enteng banget, diet lu?”
“Sialan, diet darimana? Ni tubuh terkuras habis gara-gara pikiran gua hahaha”
“Bibir—lu kering banget Jan” “Udah seminggu gapake lip care yaa?”
“Iya nih, malahan baru ketemu sekarang sama lip care nya” Ucap Jani mengedipkan satu matanya.
“Hahaha Jani u so cuteee” Leon berhenti bermain game, tangannya mulai mengusap-ngusap pinggang ramping milik Jani.
Leon menyedot habis Ice Americano yang ada di nakas dekat komputernya, lalu pelan-pelan ia menyapu bibir kering merah muda milik Jani dengan lidahnya.
Leon menggigit pelan bibir bawah milik Jani, begitupun dengan Jani, ia menautkan lidahnya dengan lidah milik Leon. Saliva milik Jani menetes perlahan, tetapi Leon selalu sigap menelan saliva itu kembali.
“Slurppp” Leon selalu bersuara saat menelan saliva milik Jani, itu semua selalu membuat Jani semakin bergairah.
Leon menuruni leher Jani, ia mengecup beberapa bagian leher Jani yang panjang itu. Tanda merah bermunculan sesaat setelah Leon mengecup kuat leher putih tersebut. Jani melenguh, merasa geli dengan perlakuan Leon terhadap dirinya sekarang.
“Boleh ya?” Dua suku kata yang membuat perut Jani di penuhi kupu-kupu terbang. Tanpa persetujuan dari pemiliknya, tangan Leon sudah memasuki area dalam kaus yang di kenakan Jani.
Tangannya bergerak menyentuh dua bongkahan yang masih terbungkus rapih, memijatnya pelan di area yang sangat sensitif.
Tangan Leon bergerak membuka kaus putih oblong milik Jani, sudah setengah terbuka, ia berusaha mencari pengait sesuatu yang menjadi penghalang antara dirinya dan dua bongkahan tersebut.
“Kalo di buka, aku marah yaa!” Tatapan Jani mengintimidasi Leon.
Leon tertawa sambil terus berusaha membuka pengait tersebut, sampai akhirnya ia berhasil membukanya.
“Aku lebih suka kamu marah-marah Jan, sexy”
*udah ya, selebihnya silahkan berkhayal