#Mba, Beneran Boleh?

Hi, gua Damian, udah pada tau kan? Malem ini gua apes banget, serius. Pesan-pesan yang dikirim Abang, itu semua bukan cuma gertakan. Karena gua memilih untuk engga turun kebawah, dia ancurin mobil gua yang beberapa bulan lalu gua dapetin dari dia, alias itu mobil bekas pemberian dari Bang Leon.

Kaca depan, kaca jendela, semuanya ancur, dipukul pake tongkat baseball. Body dari mobil itu banyak goresan-goresan, serta coretan pilox. Gua engga bisa bayangin harga service mobilnya, berapa puluh juta?

Setelah gua samperin dia, tangan besarnya langsung ninju muka gua yang kurang peregangan, sakit, banget. Darah segar langsung ngalir dari idung gua, yah beginilah Damian, lemah.

Dia bener-bener nyerang gua tanpa ampun, hidung, mata, telinga, hampir semuanya dia pukul, sampe gua ngerasa tuli, semuanya berdengung dan mata gua berkunang-kunang. Kalau aja Syahla engga teriak dan narik tangan Bang Leon, mungkin sekarang gua udah jadi bubuk rengginang.

Mama, Papa, Fathan dan Kayla cuma diem aja. Mereka cuma kasih respon “Pada kenapa sih? Engga dewasa banget. Berisik, ada bayi disini”

Woy anjing, anak bungsu kalian dipukulin.

Gua babak belur, darah segar keluar dari pelipis, bibir dan hidung gua. Asin banget rasanya. Gua mau dipeluk Mba, akhirnya gua mutusin untuk pergi ke Apartment Mba Jani. Naik motor, meskipun gua sempoyongan.

Dijalan, gua terngiang-ngiang terus sama ucapan Abang, dia bilang kalau Mba Jani adalah miliknya, ckkk, bener-bener deh. Kita semua sedang berada dipuncak komedi, Abang udah punya istri dan menurut keterangan Mba Jani, Leon memutuskan untuk mengakhiri semuanya. Tapi, sekarang? Ketika dia tau tentang hubungan ini, semuanya kacau. Emosi dia membabi buta.

Bang, biarkan Mba Jani keluar dari lingkar kesengsaraan ini. Biarkan Dami membuat dia bahagia, Bang.

Diatas laju motor yang tidak terlalu kencang, gua menangis, menahan rasa perih dari luka-luka kecil yang darahnya sudah hampir mengering terkena angin. Mengapa? Mengapa untuk mencari bahagia saja rasanya sangat sulit. Perlu sakit terlebih dahulu.

Mba Jani? Dam janji akan membuat Mba senantiasa bahagia selalu. Melindungi Mba dari apapun, dari siapapun.

Arjuna? Tolong restui hubungan kami, ya? Saya teramat jatuh cinta kepadanya Jun, tolong restui kami. Saya mencintainya sejak melihat betapa rapihnya tulisan-tulisan dia dibuku itu, coretan abstrak bertuliskan “Kai, Jyani” benar-benar membuat saya jatuh cinta Jun. Saya selalu berharap, kapan saya akan bertemu dengan pemilik buku ini? Saya tiba-tiba memergoki Abang, sedang berpelukan dengan wanita cantik berambut panjang, kakinya jenjang, matanya bersinar.

Ahh, Bang Leon memang pandai memikat hati wanita, keren. Tiba-tiba saja, saya teringat akan buku itu Jun. Saya membaca ulang buku tersebut, sampai dimana ada halaman yang tak pernah saya buka Jun. Halaman tersebut terlihat tebal, saya penasaran. Seketika itu juga saya langsung membukanya, ternyata isinya adalah foto-foto sang pemilik beserta teman-temannya.

Hahaha, ya itulah Mba Jani. Wanita yang saya cintai lewat tulisan tangannya. Tunggu, wanita yang bersama Abang tadi? YIPIIIII, benar. Saya sudah melihat Mba Jani secara langsung, dan semakin jatuh cinta.

** Tak terasa, sekarang saya sudah berada didepan kamar Apartment milik sang kekasih, Kaia Anjani.

Saya memijit bell sebanyak 2x, karena dia memang masih terjaga, sedang memakan indomie sepertinya.

“Brakkkk” Pintu terbuka lalu menampakkan sang pujaan hati, yang ceria sambil memegang semangkuk indomie. Bajunya tampak berantakan, ia belum menggantinya sejak tadi. Kemeja putih yang terlihat transparant menampilkan lekuk tubuhnya, lalu ketiga kancingnya yang terbuka, membuat bra berwarna hitam yang membungkus payudara indahnya terlihat menyembul ke permukaan.

“Ayang? Kenapa?” Ia buru-buru menyimpan mangkuknya diatas meja, lalu menarik tangan gua yang berdiri diambang pintu. Pintu itu otomatis terkunci saat gua melangkah menuju wanita tersebut.

“Ah—hah sebentar, astaga ini berantem sama siapa hah? Siapa yang buat kamu luka-luka kaya gini, Dam?” Suaranya terdengar khawatir, ia membawa kotak P3K, dan mengeluarkan beberapa amunisi pertolongan pertama.

“Abang… Leon” Ia menghentikan aktivitasnya saat mendengar nama tersebut.

“Sekali lagi, Dam. Siapa?”

“Bang— Leon”

“Anjing— ”

Ia menggunting kasa steril, mencelupnya kedalam alkohol dan nyessssss, dia mulai membersihkan luka-luka yang sudah mengering darahnya. Ia menyeka dengan perlahan, sambil meringis.

“Tahan sebentar ya sayang, ckkkk kasian sekali pacarku iniiii”

“Gapapa Mba, Dam tahan kok sakitnya”

“Dam? Gara-gara Mba Jani ya?”

Wanita itu tampak memanyunkan bibirnya, tanda bahwa ia merasa bersalah dan juga menyesal.

“Engga Mba, ini bukan salah Mba. Ini cuma bentuk kekesalan Bang Leon, Dam masih bisa tahan kok Mba”

“Dammm, jangan senyum-senyum ahhh. Mba semakin merasa bersalah” Ia mengemas kembali perlengkapan P3K, setelah selesai membersihkan luka ini.

“Duh ada-ada aja, aku kaget banget yang serius”

“Hahaha, maaf ya ganggu waktu istirahat Mba. Maafin ya? Boleh kan kalo malem ini Dam nginep?”

“Boleh! Ayo sini boboan dikamar Mba, kamu perlu istirahat. Huuu liat lukanya lumayan Dam” Ia menyentuh salah satu luka lebam yang ada dipipi kanan, memang sakit.

—Kasur yang pernah gua tidurin ini empuknya masih sama, wanginya juga, tapi kali ini sprei-nya berbeda, bergambar Thomas, karakter kartun berbentuk kereta, lucu.

“Mba belum mandi ya?”

“Iya nih, mba gerah banget karena kaget Dam, huuuh Mba mandi dulu ya?” Ia melangkah mengambil handuk kimono berwarna putih yang memang sudah ada sejak tadi diatas kasur, beserta satu pasang cd serta bra, kali ini berwarna senada dengan tone kulit manusia.

“Mba? Kaki Dam kotor, boleh ikut cuci kaki dulu?”

“Ummm boleh, bisa kan jalannya? Apa harus Mba tuntun?”

“BISAAA! Damian kan kuat!” Gua melangkah menuju kamar mandi, diikuti dirinya yang menenteng handuk serta yang lainnya.

Gua memasuki kamar mandi yang sangat-sangat bersih, melewati kaca dan wastafel yang didepannya tersimpan banyak jenis sabun serta shampoo, serta berbotol-botol skincare yang sepertinya terlihat mahal.

Mba Jani mengikuti dari belakang, lalu gua menutup tirai yang menjadi penghalang, hmm ternyata bath up-nya sudah terisi air hangat dengan busa yang sangat wangi. Gua mulai mencuci kaki hingga ke sela-sela jari, dan yang didalam terasa ingin segera keluar alias gua pengen banget pipis, dari tadi ditahan-tahan.

Setelah gua membuka kembali tirainya, pemandangan yang pertama kali gua lihat adalah, Mba Jani yang sedang mengikat rambut panjangnya, hanya memakai handuk kimono, dengan payudara kencangnya yang terpampang jelas, puting yang berwarna pink kecoklatan itu sangat-sangat menggoda, menambah kesan hot ditubuhnya.

Gilaa, disini ada gua, tapi dia jelas-jelas berkaca dengan tubuh hot-nya.

“Mba! Kok udah bugil gitu sih” Gua mencoba menatap lantai marmer kamar mandinya, agar ia segera menutup bagian tubuhnya itu.

“Gua mau mandi, masa mandi harus pake pakaian tertutup, sakit lo?”

“Tapi itunya loh Mba, ituu kan ada Dam”

“Itu yang mana? Yang ini ya Dam? Gede kan?”

Mba Jani kembali berkaca, sambil menyentuh bagian samping payudaranya, lalu berputar didepan kaca, melihat lekukan tubuhnya yang indah dipandang.

“Mba.. Dam keluar ya”

“Sini peluk dulu, pacarku katanya harus dipeluk duluuu supaya bisa bobo” Mba Jani langsung meluk gitu aja, sensasi terkena payudara tanpa pelindung itu wahhh, rasanya gila.

ENAKKKKK WOY.

Empuk-empuk gimna gitu, pengen megang, tapi harus tahan.

Ga bohong, celana gua sesak. Alat tempur gua yang masih suci itu mulai mengembang, meminta untuk segera dikeluarkan dari celana yang mulai menghempit.

“Dam, keras” Mba Jani semakin mengeratkan pelukannya.

“Iya, sesek mba”

“Keluarin, kasian susah napas”

“Engga Mba, gapapa. Mba sana mandi, Dam mau bobo”

“Hm? Serius?”

“I—iya sayang”

Mba Jani tiba-tiba menciumi bibir gua yang lebam serta sobek sedikit akibat tangan Bang Leon yang tenaganya sudah seperti tenaga nuklir.

Gua balas ciumannya, kecupan-kecupan kecil dibibirnya, tangan gua beralih ke pinggang kecilnya, lalu mengelus-ngelus punggungnya, sambil terus berciuman. Mba Jani tiba-tiba ngelepas handuknya, badan dia sekarang telanjang tanpa sehelai benang ditubuhnya.

“Kalau mau, gapapa kok Dam. Ini semua punya Dam”

“Hah?…”

Mba Jani, kamu kemasukan setan.

Gua lemes, banget. Gua duduk di closet, disusul Mba Jani yang duduk diatas pangkuan gua. INI GILAAAA.

Ditubuhnya ga ada satupun noda, gua dan dia masih melakukan aksi persilatan lidah ini, mulutnya wangi hmm.

Damian, ini pertama kali dalam sejarah hidup lo. Ciuman pertama lo, sentuhan pertama lo dengan wanita telanjang bulat, dan pertama kalinya merasakan, ini semua begitu nikmat.

“Mba… anu, emang boleh ya?”

“Boleh, Dam”

Ini semua berbeda rasanya dengan menonton video porno, apa ya? Nikmatnya terasa berbeda.

“Mba, Dam boleh pegang?”

“Mau pegang yang mana?”

“Yang ini aja Mba, maaf tapi ya. Kalau Mba ga mau, ga apa-apa kok, kita berhenti ya”

Mba Jani mengangkat sedikit tubuhnya, lalu terpampang dengan jelas didepan wajah gua, payudara yang memang besar dan bulat bentuknya. Yang sudah lama selalu terbungkus lapisan kain, akhirnya sekarang ada didepan gua, begitu jelas.

Mba, maaf. Tapi Dam sangat-sangat engga bisa menahan ini Mba.

Tangan gua yang baru saja bisa menggenggam tangan wanita, sekarang sudah bisa memegang payudara, Tuhan, maaf ya? Dam tahu ini dosa besar.

Perlahan-lahan gua sentuh tumpukan lemak itu, bulat, kencang, dan hangat. Begitu gua sentuh putingnya, sudah mengeras bung. Kapan terakhir kali gua megang kaya ginian? Ya jelas waktu bayi lah.

Otak mesum gua yang merasuki semuanya, gua perlahan menjilat putingnya yang sudah mengeras itu, Mba Jani mungkin merasa geli ya.

“Dam…”

“Hummm?”

Gua masih fokus menjilati puting serta areola milik Mba Jani, perlahan-lahan gua memasukan seluruh putingnya kedalam mulut gua, menyedotnya dengan tenaga yang lumayan agak keras.

Tangan kanan gua sibuk memainkan puting sebelah kanannya. Demi alam semesta, sakitnya rahang gua, perihnya pelipis yang sobek, semuanya hilang seketika setelah seorang Damian menemukan payudara ini. Aaah, bisakah setiap hari seperti ini? Mungkin badan gua bakalan semakin sehat.

“Dammmm jangan gigit!”

Gua kaget, Mba Jani mukul kepala gua.

“Maaf mba, engga sengaja”

Gua jadi gaenak sama Mba, mau pergi dari bumi aja rasanyaaa😭

“Mba, mau punya Dam dong”

DEG, perut Dam dipenuhi kupu-kupu, gatelnya sampe ke kepala.

Tanpa aba-aba, Mba Jani melepas ikat pinggang yang gua pakai. Wah, pro banget dia, sekali tarik langsung lepas.

“Mba Mba Mba… Pelan-pelan dong”

Mba Jani keliatan arogan banget waktu ngebuka celana jeans punya gua, ehehe prank Mba, Damian masih pake kolor futsal kesayangan Damian.

“Ihhh Dam gede banget sumpah, Mba kaget”

AAAAA ANJING GUA MALU SUMPAH? Kaya wow ini barang rahasia gua, dan sekarang? Pacar gua bener-bener nguasain dan ngendaliin barang gua semau dia.

“Aaaah—hahh Mba, jangan diteken palanya”

Mba Jani cuma ketawa, dia ngelus ujung kepala barang gua dengan lembut, yang bikin gua kaget adalah…

Dia tiba-tiba jongkok, dan ngeludahin barang gua sambil dikocok pelan-pelan.

AAAAA gua bener-bener pengen teriak, ini nikmat banget. Pertama kali bagi gua, dan seenak ini.

“Mba, jago banget ngocoknya” Gua megang rahang dia, dan nyoba untuk gigit bibirnya yang emang menggoda banget.

“Dam, mau lanjut di bath up apa dikamar aja? Tapi Mba belom mandi, disini aja ya?”

Hah? Maksudnya apa? Lanjut? Lanjut ngapain? Sampe keluar?

“Iya, nanggung kalo sampe sini”

WAHHHH, gimana nih? Gua bisa engga ya? Gua bener-bener ga paham apa-apa, takut ngecewain Mba.

“Ummm? Mba? Dam boleh liat situs dewasa dulu sebentar?”

Mba Jani melotot, tiba-tiba dia ketawa “Dam, udah posisi kaya gini masih harus liat contoh dulu?”

“Mbaa, Dam bener-bener pertama kali ngelakuin hal kaya gini, ini beda sama si video-video porno”

MAMAA DAM MALU SUMPAH.

Mba Jani masuk ke bath up, menenggelamkan seluruh tubuhnya yang indah, hanya kepala dan wajahnya saja yang muncul dipermukaan.

“Dam mau mandi juga?”

Mba Jani mengatakan itu semua dengan datar, seperti tidak ada beban.

Ternyata sekarang tubuh bagian bawah gua juga sudah telanjang, tinggal kaos bermerek SlowAcid yang masih tertanggal dibadan gua.

“Mba?”

“Hmmm?”

“Emang boleh ya? Dam engga pake alat kontrasepsi, takut terjadi apa-apa Mba”

“Kasih perkiraan, kalau sekiranya udah mau meledak, cabut terus keluarin diluar”

Serius, Mba Jani sesantai itu.

“Disini ya Mba? Di bath up? Dam engga bisa Mba, susah”

Mba Jani langsung berdiri, busa-busa licin itu membuat tubuhnya semakin terlihat sexy.

“Dam maunya Mba diatas?”

“Engga”

“Terus?”

Gua selesai membuka kaos yang mengganggu, fantasi seorang Damian semakin liar.

“Ngadep kaca Mba”

Mba Jani mengeluarkan smirk-nya, lalu ia bertanya.

“Dam lebih suka rambut Mba diiket, atau diurai?”

“Diurai Mba, biar tangan Dam yang ngiket”

HAHAHA KENAPAAA PERKATAAN GUA MESUM BANGET.

Sekali lagi, tanpa aba-aba, Mba Jani melumat bibir gua, ia mulai menautkan lidahnya dengan lidah gua, basah.

Tanpa gua sadari, jari gua udah mulai memasuki dunia Mba Jani yang begitu lekat dengan cairan bening. Mba Jani sudah terlalu basah, kesempatan ini ga boleh di sia-siakan.

“Mba, sekarang ya? Kalau ga nyaman Mba bilang aja mau berhenti, Dam pasti berhenti kok”

Mba Jani mulai membelakangi, ia menghadap wastafel serta kaca yang lumayan besar, ia bertumpu pada tembok-tembok pinggir wastafel.

Terpampang jelas tubuh bagian belakangnya, pantat yang berbentuk seperti buah peach, lalu ada sedikit bagian dari vagina-nya yang siap untuk segera dimasuki.

“Mba disini ya, Dam masukin”

Gesekan pertama, gesekan kedua, dan pada akhirnya gesekan ketiga, kepalanya sudah mulai memasuki dunia Mba Jani yang sedikit sempit, mungkin karena lewat belakang, hahaha. Maju mundur perlahan-lahan, temponya agak sedikit lambat tapi membuat badan serta payudara Mba Jani bergetar.

Damian, lo udah dewasa. Lo bisa merasakan kenikmatan bersenggama dengan wanita yang lo cintai, tapi semua juga perlu batasan, ga boleh sampai melewati batas. Kenikmatan ini memang cukup menghilangkan akal pikiran gua, desahan Mba Jani memenuhi ruangan ini.

“Damiiii, hahahah mbaa b—berisik ya dam? Ahahahah aaahhh Dam serius, ini enak banget”

Hahaha, Mba berisik tapi Dam suka.

Di kaca besar itu, terpampang jelas aktivitas gua beserta Mba Jani, wajah cantik Mba Jani yang sekarang sudah merem melek merasakan sensasi yang meledak-meledak, dan juga wajah gua yang memerah akibat kenikmatan ini.

Suara kulit yang bergesekan, payudara yang menggantung bebas seakan meminta untuk dihisap berkali-kali lagi, sialan, gua engga tahan.

Tangan gua meraih salah-satunya, memutar-mutar puting yang sudah sangat mengeras. Tak terasa, satu jam sudah berlalu, satu jam lamanya juga gua bertempur dengan Mba Jani.

“Dam, Mba udah ga tahan pengen keluar”

“Mau bareng?”

“Itungan ketiga, Dam?”

Wait, satu menitan lagi”

“Mba udah gatahan bangetttt damiannnnn”

“Mau dimana, Mba?”

“Terserah deh aduhhhh”

Detik-detik sebelum gua menariknya keluar, gua menggoyangkan semuanya dengan penuh energi, maju mundur dengan kecepatan tinggi, sampai Mba Jani mengeratkan pegangannya pada tangan gua.

Dan sesaat setelah dicabut keluar, Mba Jani kembali mengocok milik gua, dengan kencang.

Batang gua berkedut, sangat-sangat nikmat. Cairan kental itu memenuhi area disekitar payudara Mba Jani, serta ada beberapa yang mengenai wajahnya.

Hah, gua lemes, lutut gua udah ga mampu lagi berdiri, ini terlalu keras bagi gua yang baru pertama kali bersenggama. Mba, Jani? Dia keliatan puas, dia membersihkan cairan itu menggunakan tissue, lalu menyalakan shower.

“Damiannnn, mandi!”

Suaranya yang manja, begitu menggugah selera, hahaha. Gua menghampiri Mba Jani dibawah shower, kembali berpelukan, kembali bercumbu dibawah guyuran air dingin.

Mba Jani, terima kasih dan maaf. Terima kasih karena sudah mengizinkan Dam untuk memasuki dunia Mba lebih jauh. Dan maaf, maaf karena menyetubuhi tubuh yang belum sempat ku halalkan.

Terima kasih untuk malam yang panjang ini, Mba. Saya mencintain Mba, lagi dan lagi.