Podcast, Wisata Masa Lalu-Bulan Daksa.
“Hallo Kembali lagi dengan gua Bulan Daksa, dari podcast “Wisata Masa Lalu” waduh gua agak tercengang sekaligus merinding nih dengerin cerita masa lalu dari narasumber kita kali ini, gila sih sumpah gua masih engga nyangka.
Gimana nih? Kaia Anjani, Zachary Damian, Jericko Danuarja, Fatur Anggoro, sumpah kalian bener-bener kuat dan tegar banget ya.. Gua sampe engga bisa ber word-word lagi sih kalo kata anak gaul jaman sekarang, huh.”
“Khususnya Kaia Anjani, lo bener-bener tegar banget Bun sumpah!! Bingung nih kalau ada bayaran, kita harus bayar ketegaran lo dengan apa? Dengan uang kah? Atau dengan tanah berapa hektar?”
Jani cuma ketawa, dia masih bisa ketawa disaat gua pembawa acaranya udah banjir air mata dengerin ceritanya, tapi dia yang ngalamin masih bisa ketawa-ketiwi.
“Ya abisnya gua harus gimana Mas? Mungkin ini semua udah jadi garis kehidupan gua, gua ini cuma manusia yang harus mengikuti alur kehidupan. Dari mulai gua masih didalam kandungan Mama, tuhan udah ngasih gua dua pilihan, sanggup atau tidak menjalani semuanya di dunia? Ya ternyata, gua memilih sanggup Mas hahaha.”
Jani lo keren banget sumpah, bisa setegar ini, gua salut.
“Dam gimana Dam? Lo wajib bersyukur sih gila punya istri sekuat dan setegar Kaia Anjani, gua terharu banget” Damian senyum bahagia, bahagia banget kayanya. Tapi tetep matanya ga bisa bohong bray.
“Mas Bulan, serius gua se-bersyukur itu bisa jadi suami Mba Jani. Ga berhenti gua ucapin syukur alhamdulilah.” Damian mengelus pelan punggung Anjani, sorot mata dia terlihat sangat tulus mencintai Anjani.
“Ummmm ok ok, kita lanjut ke topik lagi ya? Serius gua masih engga nyangka sama kejadian ini. Ini nyata kan? Gua engga mimpi kan? Memang ya masa lalu seseorang kadang dipenuhi dengan kejutan, tangisan dan juga kebahagiaan, tapi Jan, masa lalu lo ini penuh kepedihan banget ya? Tuh liat tissue gua sampe abis, gila.”
Lagi-lagi wanita itu cuma ketawa kecil, sambil terus membenarkan posisi duduknya yang mungkin kurang nyaman karena perutnya yang sudah membesar, iya, sekarang usia kandungannya sekitar tujuh bulan. Itu adalah kehamilan pertamanya sejak menikah dengan Damian, satu tahun yang lalu.
“Ok nih akhirnya setelah persidangan itu beres, apa yang terjadi dengan semua orang yang terlibat? Apakah semuanya berdamai kah? Atau malah semakin memanas?”
Jericko menginterupsi “Gua aja ya Mas yang ceritain? Kasian Damian sama Jani udah terlalu banyak cerita dari awal sampe akhir.”
“Ayo Jer mulai Jer”
“Hmmm, semuanya jadi semakin sedih Mas, pasti lo engga bakalan nyangka hahaha. Gini, setelah persidangan itu selesai, kita semua berunding untuk membahas kejahatan Fathan lainnya, tapi pembahasan itu ga berujung tuntas Mas. Kita ngebahas masalah video Jani-Leon yang viral di sosial media kan, tapi sebelum itu selesai dibicarakan, kita dapat berita duka Mas, hahaha.”
Berita duka apalagi sih? Gua sebagai pembawa acara udah ga tahan banget sebenernya.
“Mas tau? Kenapa Leon sebagai narasumber paling penting di cerita ini, engga bisa datang? Bahkan dihubungi oleh pihak WML pun engga pernah bisa?”
“Iya-iya kenapa tuh?” Gua menatap mata Jericko lekat-lekat, penasaran dengan jawaban yang akan ia sebutkan. Jericko menarik napas dalam-dalam, ia tersenyum kecut.
“Hari ini, tepat dua tahun sudah kasus tabrak lari Arjuna dan Winarta terselesaikan, Fathan juga sudah didakwa dengan pasal berlapis, ia dijatuhi hukuman penjara selama kurang lebih tiga belas tahun, kurang adil ya Mas? Kehilangan yang dirasakan kita semua tidak dapat diganti dengan hukuman penjara sesingkat itu. Namun hukum tetaplah hukum, itu sudah yang paling adil. Hari ini juga, tepat dua tahun sudah Leon meninggalkan kita semua Mas.” Jericko meneteskan air matanya, engga nyangka kalau ternyata Leon memang meninggal, huh.
“Bisa sebutin ga karena apa dia meninggal? Ini sorry banget kalau gua cengeng ya..”
“Saat bahas permasalahan video, dia izin untuk engga bahas masalah itu dulu, katanya nanti dia bahas bertiga sama Damian dan Jani. Dia izin mau ketemu Kai, bayinya yang dititip oleh Jani, dirumah Fatur. Lebih tepatnya sih sama istri Fatur, karena saat itu ga mungkin banget kalau Jani bawa Kai ke pengadilan, kalau ga salah umurnya baru 6 bulanan waktu itu. Leon semangat banget, masih teringat jelas diotak gua, senyumnya yang sumringah karena akhirnya dia dinyatakan tidak bersalah. Sebelum itu, dia pelukan sama Luky, lama banget. Dia ngucapin banyak-banyak terima kasih sama Luky, karena udah bantu dia keluar dari permasalahan yang udah jelas bukan salah Leon. Tiba-tiba, dia pergi ke sebrang, nyamperin penjual balon berbentuk hewan.”
“Terus-terus? Dia beliin balon buat siapa? Buat Damian kah?” Gua mencoba mencairkan suasana yang kembali menegang.
“Hahaha engga lah Mas, coba deh biarin Jericko lanjutin dulu ceritanya.” Damian udah ngambil beberapa tissue, tanda bahwa cerita ini bakalan pecah banget.
“Jani teriak dari tempat kita semua berdiri, didepan gerbang pengadilan sih. Jani teriak, bermaksud untuk nanya, buat siapa balon sebanyak itu? Mas, jujurly dia borong semua balon itu, SEMUAAA. Engga tersisa, dia bayar dan bawa semua balon berbentuk hewan itu. Dia teriak, “BUAT KAI, DIA PASTI SENENG BANGET DIBAWAIN BALON SEBANYAK INI” Mas, dia keliatan bahagia banget saat itu. Tiba-tiba aja, saat dia mencoba untuk nyebrang kembali ketempat awal, inget nih Mas, saat itu posisinya lampu merah Mas. Tiba-tiba, ada mobil berkecepatan tinggi melaju dari arah kiri, menerobos lampu merah, menabrak Leon yang ada didepannya. Badannya terpental jauh Mas, darah bercucuran dimana-mana, balon yang awal mula ia bawakan untuk Kai, semuanya bertebaran dimana-mana dan terbang gitu aja. Mobil itu kabur, engga pernah ketemu Mas. Leon meninggal ditempat, saat itu juga.”
Jericko mengacak rambutnya, air matanya turun dengan deras. Jujur, gua udah engga bisa nahan air mata lagi, aaaaah masa lalu.
Semua yang ada di studio nangis bombay, engga bisa ditahan lagi, serius. Gua engga menyangka, hidup seorang Leon engga pernah menemukan satu titik kebahagiaan. Leon udah kuat banget bisa bertahan sampai berada dititik paling terendahnya, mungkin saat itu, sudah waktunya Leon pulang dan merasakan bahagia ntah itu dipangkuan tuhan atau di kehidupan keduanya.
“Kita kirim Al-Fatihah buat Leon yuk? Sumpah gua engga sekuat yang kalian kira loh, ga semua orang itu kuat!!!!”
Kita semua selesai baca Al-Fatihah buat mendiang Leon, supaya beliau tenang diatas sana. Tapi ternyata, ceritanya belum selesai.
“Kai? Dia anak pertama Leon, sekarang dia ada dimana? Sama siapa?”
“Dia sekarang anak gua dan Damian Mas, umurnya sekarang udah dua tahun, lagi lucu-lucunya banget, lagi belajar bicara. Dulu, sebulan setelah Leon dinyatakan meninggal dunia, gua stress parah Mas. Kenyataan pahit yang tiba-tiba muncul, bayangin aja Mas, cowo yang gua cintai selama kurang lebih sepuluh tahun, cowo yang selalu gua damba-dambakan, ternyata dia adalah pelaku tabrak lari yang mengakibatkan adik serta teman gua meninggal Mas, sesakit itu tau kenyataannya. Tiba-tiba, cowo yang selalu ada untuk gua, selalu menyayangi gua dengan tulus, sangat-sangat melindungi gua, dia harus meninggal dihadapan gua Mas.
Benar-benar dihadapan gua. Sebulan penuh, gua selalu nangisin kepergian Leon serta nangisin rasa bersalah gua terhadap Arjuna dan Winarta karena sudah mencintai Fathan tanpa mengetahui faktanya sedikitpun.” Suara Jani bergetar hebat, tapi ia tak menangis.
“Mas, gua melakukan percobaan bunuh diri Mas. Saat itu gua udah siapin diri untuk loncat dari Apartment gua yang berada dilantai dua puluh tiga, gua udah bersiap-siap di balkon, gua udah tulis surat untuk Damian, tapi, saat gua mencoba menaiki kanopi balkon, bayi itu. Bayi kecil bernama Kai, nangis begitu kencangnya Mas, saat itu dia sendirian diatas kasur, dan karena gorden yang terombang-ambing terkena angin, gua bisa melihat dia begitupun dengan dia yang dapat melihat gua.
Tangisnya pecah, begitu pilu. Tiba-tiba hati gua tergerak untuk gendong dia, akhirnya gua tersadar dan langsung lari menuju dia. Gua gagal melakukan aksi bunuh diri, karena siapa? Karena bayi itu yang menggerakkan hati gua Mas. Gua peluk bayi itu erat-erat, memohon maaf berpuluh-puluh kali, sampai akhirnya gua mengucap Istighfar hingga hati gua merasa tenang. Gua bersyukur, bisa tersadar dari hal buruk seperti itu, hanya dengan ngeliat mata bayi itu.”
Jani, gila ini semua diluar dugaan gua.
“Damian, serius sih lo harus banget bahagiain istri lo dan anak lo itu, WAJIB!”
Damian mengangguk penuh percaya diri, gua yakin sih Damian bakalan ngelindungin dan ngebahagiain keduanya.
“Kalau saat itu gua jadi loncat, mungkin gua engga akan ada di podcast ini, gua engga akan mengandung anak Damian. Bagaimanapun, Kai punya pengaruh besar terhadap kehidupan gua, dia juga yang berhasil membuat gua bangkit dari keterpurukan.”
**
Wah-wah ga kerasa ini durasinya udah lebih dari dua jam, saatnya penutupan sih, tapi gua masih belum puas, masih kerasa banget sedihnya.
“Ok Jan, sebelum penutupan, boleh tau ga nih kalau lo tau podcast ini darimana sih? Dan lo, apa yang mau lo sampaikan kepada para pendengar lainnya?”
“Gini, awalnya gua lagi scrolling tiktok sambil rebahan, tiba-tiba akun lo muncul di Fyp gua Mas. Gua iseng dah kirim komentar, sedikit banget waktu itu gua ceritain, eh ternyata lo tertarik dan malah ngundang gua untuk ceritain lebih detail, gila sih keren. Kalau untuk para pendengar, terima kasih yang sudah menonton dan mendengarkan dari awal, mungkin itu semua adalah sepenggal kisah hidup gua, beserta tokoh-tokoh lainnya yang pernah hadir di kehidupan gua.
Mereka, pernah menghadirkan setitik kebahagiaan dihidup gua, juga kepedihan. Tolong kalian ambil contoh baik-baiknya aja ya, buang jauh-jauh contoh keburukannya. Sesuai dengan nama podcast ini, Wisata Masa Lalu, kalian bebas berwisata kemanapun termasuk ke masa lalu, tidak untuk dikenang juga tidak untuk dilupakan. Cukup jadikan pelajaran serta ambil hikmahnya saja.
Guys, serius deh, berdamai dengan masa lalu itu adalah hal yang semua orang tuju. Engga semua manusia bisa berdamai dengan masa lalunya. Gua selalu mencoba, meskipun harus mengikis permukaan hati dan batin gua.”
“Ada lagi Jan?”
“Engga ada sih Mas, gua terlalu bingung, engga bisa merangkai kata.”
“Hahaha it’s ok Jan, ayo dong ah kita tepuk tangan dulu buat semuanya, kita semua keren bisa setegar dan sekuat ini, khususnya kalian sih, hebat. Selama bertahun-tahun kalian ada di lingkar pertemanan dan keluarga yang racun banget itu, gila. Ayo-ayo tepuk tangan. Fatur, gila lo Tur kuat banget, semangat dong Tur, dari awal sampe akhir lo engga berhenti nangis deh serius.”
Gua menepuk pelan pundak Fatur, ia malah semakin nangis menjadi-jadi.
“Buat kalian semua, Fatur, Jericko, Damian dan Jani, sehat-sehat terus ya! Terutama Jani, semoga nanti lahiran bayi pertamanya lancar ya! sehat-sehat terus huh, gua pengen elus perutnya boleh kan Dam? Ini gede banget serius, gua tebak ini cowo deh kayanya!!!”
“HAHAHA elus aja Mas gak apa-apa, siapa tau nanti anak gua jadi jago banget public speaking-nya kaya Mas Bulan.” Damian ngerangkul gua, rasanya terharu banget.
“Yo guys sampai jumpa di Wisata Masa Lalu lainnya, Gua Bulan Daksa, pamit undur diri, see u next time brooo!!!!”