Terungkap.
Satu minggu yang lalu, ada surat yang dikirim ke Apartment gua, ternyata itu adalah surat panggilan dari pengadilan. Ya benar, Damian engga main-main dengan ucapannya, engga apa-apa kok, memang sudah seharusnya. Dan hari ini gua harus memenuhi panggilan itu, sebagai terdakwa pelaku tabrak lari. Kasusnya bisa diangkat lagi ke meja hijau kok, sebab, belum kedaluarsa. Akhirnya hal yang gua takutkan selama ini bisa jadi kenyataan, hah.
Kalau dipikir-pikir, kenapa dulu gua dan keluarga harus lari dari kasus ini sih? Padahal denda dan hukuman penjaranya engga begitu merugikan, karena kehilangan yang dirasakan Anjani lebih dalam dari dalamnya lautan. Mimpinya Arjuna, cita-citanya Winarta lebih berharga dari segalanya, harus pupus gara-gara kelalaian yang gua buat. Eh, emangnya kelalaian gua?
**
Ruang pengadilan hari ini dingin banget, serius, engga sedingin tujuh tahun yang lalu. Kali ini persidangannya terbuka, dihadiri banyak orang. Gua degdegan, karena kemungkinan aja gua bisa kena pasal berlapis, yaitu kasus penyuapan hakim. Bangsat, hidup gua berantakan banget. Syahla bajingan, ninggalin gua sama Kai, gua harap hidup lo sengsara, lebih dari gua, Laa.
“Saudara Leon Januar, anda adalah terdakwa yang dituduh sebagai pelaku tabrak lari yang mengakibatkan kedua korban bernama Arjuna Gandhi serta Gabriel Winarta meninggal dunia sesaat setelah mereka terseret sejauh seratus lima puluh meter dari tempat perkara pada tanggal 4 Agustus tahun 2014.”
“Ya atau Tidak?”
“Tidak”
“Saksi yang telah bersumpah, Zachary Damian, bisa tolong jelaskan?”
Damian duduk dibangku saksi, udah gua duga.
“Lima bulan yang lalu, saudara Leon Januar mengatakan kebenaran dengan kondisi sadar, dan tidak sedang berada dibawah pengaruh obat-obatan atau barang memabukkan lainnya. Ia mengatakan bahwa ialah pelaku tabrak lari itu, ia yang menyebabkan kedua korban meninggal dunia ditempat.”
Dam, kamu bener-bener engga percaya sama Abang ya? Hahaha, Abang aja engga percaya sama diri sendiri Dam.
“Silahkan terdakwa, berikan keterangan secara transparant kepada penyidik dan hakim”
Kali ini gua harus jujur ya? Iya, gua akan berusaha jujur, sesuai dengan ingatan gua saat itu. Gua engga akan pikirin reputasi keluarga gua, engga akan pikirin dampak terhadap perusahaan suami Mama gua, dan gua juga engga akan pikirin hubungan gua sama Mama. Maaf ya Ma, kali ini Leon bener-bener harus bahagia, demi Jani, demi Kai, anak Leon satu-satunya.
“Malam itu... saya sama sekali tidak mabuk, hanya terlalu meracau dipinggir jalan. Teman-teman saya terlalu khawatir, karena sudah dua minggu lamanya setelah wisuda, saya tidak pulang kerumah. Luky Baskara, mengangkat telepon yang saat itu masuk ke ponsel saya.”
“Luky menyalakan loud-speaker-nya dan yang terdengar adalah suara adik saya, Zachary Fathan. Dia berteriak dari jauh, dan meminta saya untuk segera pulang, malam itu juga.”
Gua ngelirik Fathan dari jauh, dia cuma nunduk sambil mengurut pelan kepalanya. Mama, Papa juga ada di sana, dibangku panjang, bersama orang-orang yang menyaksikan persidangan ini.
“Baik, saat itu, apa yang saudara Zachary Fathan bicarakan? Serta jawaban apa yang anda dan saudara Luky katakan?”
Jujur gua lupa, tapi gua bisa mengingat setengahnya.
“Bang, pulang, lo dicariin Mama, pulang lah Bang, gua jadi kesusahan nih tiap hari disuruh nyariin lo mulu. Itu yang diucapkan Zachary Fathan, lalu Luky dan saya menjawab serempak. Jemput dong di daerah angkringan ITB, Luky mabok engga bisa bawa mobil. Padahal sudah jelas saya dan Luky tidak dalam pengaruh minum-minuman beralkohol, saya berani bersumpah.”
“Saudara Luky harus dilibatkan didalam kasus ini, sebagai saksi”
Ya lo pada carilah sana si Luky, sejak saat itu dia ga tau ada dimana deh, mati kali.
“Saya sudah tidak berhubungan dengan dia, sejak saat itu.”
Semua orang dipersidangan saling berbisik, bertanya-tanya dengan penasaran, siapakah Luky-siapakah Luky.
Luky, teman gua yang paling setia, jujur gua kangen banget sama dia. Setelah hari itu, dia menutup semua akun sosial medianya, ntah mengapa.
“Lanjutkan keterangannya, dengan lebih rinci”
Gua bener-bener harus ngungkap kasus ini.
“Zachary Fathan, menjemput saya dan Luky tidak lama setelah kami berbincang lewat telepon. Dia mengendarai mobil Honda Civic keluaran terbaru ditahun 2014, milik saya, itu adalah hadiah wisuda dari Mama saya. Dia, Zachary Fathan, selalu mengumpat kepada saya sejak pertama kali dia datang. Dia mengumpat karena kesal kepada saya, katanya dia jadi punya beban karena Mama saya selalu menyuruh dia untuk mencari saya.”
“Lalu, saya duduk disamping kursi kemudi, karena saya tidak menyetir mobil pada malam itu. Sementara Luky, ia berpura-pura mabuk dan merebahkan badannya dikursi belakang, dan, Zachary Fathan lah yang mengemudi mobil malam itu.”
Ya, itu adalah kebenarannya. Itu semua adalah kejadian yang sebenarnya.
“Saya pusing dan merasa ingin muntah karena terus mendengar ocehan-ocehan sampah dari seorang Zachary Fathan. Mental saya tidak baik-baik saja saat itu, emosi saya juga tidak stabil. Ucapan-ucapan Fathan tentang kehidupan saya, tentang betapa tidak layaknya saya menjadi calon pemimpin perusahaan Papanya. Saya terpaksa memukul wajah dia sekaligus.” Gua menunjuk Fathan saat itu juga, semua orang dipersidangan langsung melirik ke arah Fathan, begitupun Jani.”
“Dia berhenti mengumpat, tetapi dia mengendarai mobil itu dengan kecepatan tinggi, dia terus melirik saya diarah samping, wajahnya memerah, ia terlihat sangat emosi. Saya sudah menegurnya untuk menghentikan mobil yang ia kendarai, tetapi speedometer-nya menunjukan angka 90 kilometer per jam. Bisa kalian bayangkan kecepatan tersebut? 90 kilometer per jam dikawasan pemukiman warga, yang mana jalan tersebut adalah rute yang sering dilalui banyak pengendara.”
“Apakah benar, itu adalah rute menuju perumahan milik keluarga anda?”
“Iya benar. Tiba-tiba saja, Zachary Fathan kembali mengumpat, ia menyebutkan kata-kata kasar, menyumpah serapahi saya, sambil terus mengemudi mobil tersebut. Sebelum memasuki perumahan, kami melewati perempatan yang gelap, tak ada penerangan. Penerangan itu hanya berasal dari mobil yang kami kemudikan.”
Suasana persidangan semakin memanas, gua melirik Jani, tatapan dia menunjukkan seolah-olah bahwa dia merasa prihatin terhadap gua. Gua cuma bisa senyum kearah Jani, mengartikan bahwa semuanya akan segera baik-baik saja.
“Lalu, tepat didepan kami, ada motor yang melaju dengan kecepatan dibawah rata-rata, berasal dari arah samping. Tetapi nahas, Zachary Fathan menabrak motor tersebut, hingga terseret beberapa meter. Dia berhenti sesaat untuk melihat dari kaca spion, menarik napas dalam-dalam, lalu tangannya bergetar hebat. Saya bereaksi, ingin keluar dari mobil itu dan menelepon ambulance, namun Fathan melarang saya untuk keluar. Ia buru-buru melajukan kembali mobil yang sudah mengeluarkan asap itu.”
“Saudara Zachary Fathan, bersedia untuk pemeriksaan selanjutnya? Setelah istirahat kami akan melakukan pemeriksaan keterangan terhadap anda”
Fathan, muka lo pucat pasi, bajingan.
**
Saat ini Fathan duduk dikursi saksi, dengan ekspresi wajahnya yang terlihat cemas, Kayla tiba-tiba hadir dipengadilan, menatap tajam kearah Gua.
“Berikan keterangan yang anda ketahui pada saat malam kejadian itu” Hakim ketua memerintahkan Fathan untuk segera memulai persidangan ini.
“Leon Januar, kakak tiri saya adalah seorang pengidap Bipolar tipe dua. Sesuai keterangan yang dia sebutkan, katanya tepat dihari itu, emosi dia tidak stabil, betul kan? Dia pergi dari rumah, kurang lebih selama dua minggu lamanya, itu semua karena pertengkaran dia dengan Mama. Dia pergi setelah mencaci-maki Mama. Dia dalam kondisi yang tidak stabil, maka dari itu, ia lupa dengan kejadian yang terjadi saat itu. Saya mengemudi mobil? Jelas-jelas dia yang mengambil alih mobil itu, dan saya yang sebenarnya memukul dia, karena dia terus-menerus meracau, seperti orang gila.”
“Dia berkepribadian ganda, saat kejadian tersebut, yang ada didalam dirinya bukanlah Leon yang sesungguhnya. Keterangan dari dia, tidak dapat dipercaya bukan? Saya bersama Papa saya, mati-matian membela dan membersihkan nama dia, karena dia sangat memohon bantuan itu kepada Papa saya. Saya juga rela, melepas gelar doktor, demi menggantikan posisi dia di perusahaan Papa saya. Itu semua hanya untuk dia, dan nama baik keluarga.”
Anjing, goblok. Malam itu lo anjing yang mohon-mohon minta bantuan Papa, anjing Fathann sialan.
“Leon Januar, dia adalah trouble maker didalam keluarga kami. Bertahun-tahun dia sembunyikan penyakit mentalnya, dia juga selalu berontak, padahal Papa saya selalu memberikan kebahagiaan berupa materi kepada dia.”
Anjing Fathan Anjing, sialan.
“Semenjak kematian ayahnya, dia menjadi berontak. Dia selalu menyalahkan Papa saya atas kepergian ayahnya, dia selalu seperti itu selama bertahun-tahun. Sampai pada hari dimana insiden itu terjadi, dia masih sempat mencaci Papa saya. Pada akhirnya, siapa yang membantu dia menutup kasus ini? Jawabannya adalah, Papa saya.”
Fathan mengeluarkan smirk miliknya, adik bajingan itu sudah seharusnya tenggelam dalam-dalam di dasar lautan, anjing.
Kalau sudah begini, gua engga bisa memastikan bahwa inilah awal dari sebuah kebahagiaan, ini adalah akhir dari semuanya. Gua engga bisa memastikan kalau ini akan menjadi akhir penderitaan dari hidup gua.
“Keterangan anda terlalu memojokkan terdakwa, dan itu semua tidak dapat di klaim dengan benar, sebelum saksi lainnya datang dipersidangan ini.”
“Saksi lainnya? Luky Baskara? Memangnya sah jika menginterogasi orang yang saat itu sedang mabuk? Luky Baskara tidak mengetahui perkara tersebut, sebab malam itu dia terlalu mabuk parah”
Bodoh, Luky engga mabuk sama sekali. Bodoh anjing.
“Kami harus mendengar keterangan dari keluarga korban, yang mana itu adalah kerabat terdekat bagi anda maupun saudara Leon. Kaia Anjani, kakak dari korban bernama Arjuna Gandhi, silahkan melakukan sumpah saksi dan duduk dikursi saksi.” Hakim anggota memerintahkan Jani untuk segera duduk dikursi tersebut.
—Setelah Jani mengucap beberapa sumpah saksi, ia langsung dimintai keterangan, yang sejujur-jujurnya.”
“Malam itu, Arjuna izin untuk keluar sebentar, bersama Winarta. Tetapi, saya maupun Winarta tidak saling bertemu, saya tidak menghampirinya, begitupun dia, tidak turun dari motornya. Setelah pukul satu lewat dini hari, mereka berdua tak kunjung pulang, saya khawatir. Tiba-tiba saja, pihak kepolisian menelepon saya, katanya adik saya meninggal dalam kecelakaan lalu lintas, dan ia adalah korban tabrak lari.”
“Ternyata, bukan hanya Arjuna. Winarta, teman satu kampus, satu fakultas dan satu jurusan saya juga ikut merenggut nyawa. Apa yang harus saya lakukan saat itu? Mau menuntutpun, saya tidak memiliki cukup uang dan kekuasaan. Yang bisa saya lakukan saat itu adalah, meminta bantuan Fathan, Zachary Fathan. Ia menyanggupi dan meminta saya untuk menyerahkan semuanya kepada dia dan keluarganya, katanya keluarga dia lebih paham. Tetapi, Fathan berbohong. Ia mengatakan bahwa tidak pernah ada persidangan terkait kasus Arjuna, sebab, tidak adanya bukti yang ditemukan.”
“Saya percaya, dan selalu percaya kepada semua argumentasi yang diberikan Fathan. Namun, akhirnya semuanya terungkap, ternyata persidangannya memang ada, namun diselenggarakan secara tertutup. Ia menutupi ini semua karena, keluarga dia terlibat.”
Jani menunduk, matanya meneteskan air mata, suaranya mulai terdengar parau.
“Apakah anda ada hubungan dengan saudara Leon Januar?”
“Ya.” Jani mengangguk pelan.
“Apa anda mengetahui bahwa dia adalah pelaku tabrak lari dan korbannya adalah sauadara kandung anda sendiri?”
“Saya tidak pernah tahu pak, saya juga tidak pernah mengetahui kalau mereka berdua, Zachary Fathan dan Leon Januar memiliki hubungan sebagai adik-kakak.”
Hakim ketua dan hakim anggota membaca kembali surat yang dipegangnya, terlihat rumit.
Dulu, gua memang tidak mengakui bahwa gua dan Fathan memiliki hubungan keluarga, sebab, gua terlalu naif untuk memberitahu semuanya. Dulu gua terlalu marah sama Fathan, hubungan gua dan Mama saat itu juga belum membaik. Gua tertekan selama itu, sampai akhirnya gua dipertemukan dengan dokter bernama Kaia Anjani.
Sengaja gua engga memberitahu Jani, sebab gua engga mau Jani terus-menerus membahas Fathan. Gua engga mau dikenal sebagai kakaknya Fathan, gua hanya mau dikenal sebagai Leon, lelaki yang selalu membuat Jani bahagia. Namun, bumerang itu tetap ada.
“Kasus penyuapan hakim, saudara Leon, anda dikenai pasal berlapis. Bukan hanya anda, tetapi saudara Zachary Fathan juga Zachary Malik.”
Apa gua bilang? Gua kena pasal berlapis.
“Saya bersama Papa saya, hanya mencoba membersihkan nama dari Leon Januar. Sebab, ia yang meminta. Maka dari itu, saya bersama Papa saya setuju untuk menyuap beberapa hakim ketua. Tetapi tidak sepenuhnya ini disebut penyuapan. Ini juga bisa disebut penutupan kasus perkara sebab tidak pernah ada bukti atas laka lantas tersebut.”
Fathan emang bener-bener jago, anjing.
Jani semakin menundukkan kepalanya, ia terlihat putus asa.
Pintu pengadilan tiba-tiba terbuka, sipir penjaga terlihat kaget saat pintunya ditarik dari luar. Setelah itu, muncul tiga pria yang terlihat lelah dan berkucuran keringat. Pria tersebut adalah, Jericko, Fatur dan juga… anjing, WTF, itu Luky!!!!
Gua kaget banget ada Luky disana, rambutnya rapih, tinggi badannya terlihat lebih tinggi daripada gua, ia terengah-engah memegang dadanya.
Ia kali ini terlihat menarik napas dalam-dalam, lalu melangkah beberapa langkah dan tiba-tiba berhenti. Badannya ditahan oleh sipir penjaga.
“Saya… saya Luky Baskara. Saya saksi kunci atas kasus ini.”
Semua orang menganga, bagaimana bisa? Luky yang sudah menghilang beberapa tahun lamanya, tiba-tiba kembali pada saat waktu yang tepat. Ia mengetahui semua ini darimana? Hebat. Mungkin ini semua adalah jawaban dari doa bayi yang merindukan pelukan ayahnya.
“Saya bersedia melakukan sumpah saksi, saya juga membawa bukti yang melibatkan keduanya, tolong berikan saya kesempatan untuk mempermudah kasus ini.”
Luky, orang yang sedari dulu sering melawak, tidak bisa bicara dengan tegas. Akhirnya hari ini, ia mulai berbicara dengan tegas dan penuh keyakinan.
Anjani kebingungan menatap Luky, ia tidak mengenal siapa itu Luky.
**
Saat ini ruang persidangan mulai memanas, Fathan duduk ditengah-tengah Mama dan Papa, mereka berdiskusi.
Luky, duduk santai dikursi saksi, jari-jari tangannya memutar, itu adalah kebiasaannya untuk mengatur fokus dan supaya tetap tenang.
“Baik saudara Luky Baskara, anda dapat menerangkan semuanya, tanpa adanya paksaan atau ancaman dari pihak manapun. Hak anda sebagai saksi juga akan mendapat perlindungan, bilamana ada salah satu pihak yang tidak terima.”
“Saya Luky Baskara… malam itu, saya ada bersama Leon beserta Fathan, didalam mobil itu. Saya sudah bersumpah, saya tidak mabuk pada malam itu. Saya ataupun Leon Januar, tidak ada dibawah pengaruh alkohol pada malam kejadian tersebut. Semua yang diucapkan saya kepada Fathan lewat telepon, itu hanya lelucon dan alasan supaya dia menjemput kami berdua, saya dan Leon. Benar, disepanjang perjalanan Fathan selalu mengeluarkan umpatan kepada Leon, mencaci-maki Leon dengan kata-kata kasar. Ditengah perjalanan, Leon menampar wajah Fathan dengan keras, saat itu Fathan berhenti mengeluarkan umpatan, tetapi ia melajukan mobil dengan kecepatan sangat tinggi. Saya takut akan terjadi sesuatu malam itu, tetapi saya tetap diam karena saya sudah terlanjur pura-pura mabuk dihadapan Fathan.”
Wajah Papa menegang, ia mencengkram tangan Fathan. Sementara Fathan berusaha menahan rasa sakit dari cengkraman itu.
“Anda membawa soft file yang anda sebut sebagai bukti?”
Luky melirik kearah gua, ia terlihat putus asa.
“Sebelumnya saya ingin meminta maaf kepada Leon Januar serta Zachary Fathan, karena saya telah diam-diam merekam segala percakapan dan pertengkaran yang terjadi malam itu. Videonya hanya berisi suara serta gambar yang gelap, sebab saya merekam semuanya dengan posisi ponsel saya didalam jaket. Maaf, tujuan saya merekam semuanya hanya untuk dikirim kepada teman-teman saya di grup BBM pada saat itu. Supaya mereka mengetahui, bahwa Fathan terlalu kasar mengumpat kepada kakaknya sendiri, yaitu Leon.”
Ky, ayo Ky, lo bisa bantu gua ky. Gua akan berterima kasih kepada lo.
Wajah Fathan semakin pucat, ia tak berhenti menggigit kukunya, Mama terlihat pasrah dan melirik kearah dimana gua berada.
Damian serta Anjani terlihat kebingungan, mereka berdua terus berpegangan tangan.
Petugas menyalakan video itu didalam layar yang besar, agar semua orang didalam persidangan ini dapat melihat.
“Lo nyusahin tau ga? Mama selalu maksa gua buat nyari lo, padahal kita juga engga bakalan rugi kalau lo hilang atau mati sekaligus, engga sumpah ga ada yang rugi. Niat lo apa sih? Mau ngancurin keluarga gua ya? Lo engga pantes ambil alih anak perusahaan milik bokap gua. Itu seharusnya jadi milik gua, Papa lo udah mati kan? Kenapa lo ga ikut aja? Lo juga ogah kan ikut bapak lo, ya karena bapak lo miskin, makanya lo ga mau ikut dia hahaha. Leon, perhatian Mama jadi kebagi tau ga? Gara-gara siapa? Ya jelas gara-gara ngurusin anak ga tau diri kaya lo. Penyakit mental lo yang jadi ngebebanin semua orang. Oiya, lo juga sengaja kan masuk SBM ITB? Biar kedepannya Papa gua bisa percaya sama kemampuan lo dibidang bisnisnya Papa? Sengaja banget lo mau ambil semuanya dari gua, kemampuan lo sehebat apa sih? Mental lo aja lemah.”
Jujur hati gua perih denger lagi semua umpatan itu, sakit banget.
“Anjing setan lo anak ngentot bisa diem ga? Diem sebentar aja. Gua cape anjing denger semua umpatan lo!”
Itu ucapan gua setelah nonjok eh ntah lah pokoknya nampar muka Fathan.
Semua orang disana tercengang mendengar ucapan Fathan, sementara yang bersangkutan tidak bergeming, hanya menunduk.
“Fath lo gila? Jangan ngebut-ngebut lah Fath. Anjing? Stop Fathan lo gilaa ini terlalu kenceng. FATHANNNN ZACHARY FATHANNN!!!”
Gua menutup mata rapat-rapat, karena setelah itu, akan ada suara motor yang terguling lalu terseret hingga beberapa meter. Jujur gua sangat trauma.
“Saya sedikit trauma, jika mendengar suara yang akan muncul dibagian setelah ini.” Suara Luky bergetar, ia juga sama traumanya.
“Fathannn lo bener-bener gila!!! Berenti anjing!”
“Lo yang berhenti anjing!!! Lo yang harus berhenti usik keluarga gua, lo yang harus mati anjing! Hidup lo ga pernah ada gunanya, lebih balik lo menghilang selamanya anjing!!!”
“Brakkkkkkkkkk … Brakkkkkkkk…”
Itu adalah suara benturan yang terjadi akibat tabrakan itu, motor itu terseret.
“Fathan lo nabrak fath, astagfirullah, kita harus turun Fath!! Berhenti sekarang juga anjing!!!!”
Muka Anjani memerah, tangisnya turun lagi dan lagi. Semakin kencang.
“Jangan pernah turun dari mobil ini, Leon. Jangan telepon ambulance. Kita pulang, lebih baik lapor Papa daripada harus lapor polisi.”
Ya, itulah kebenarannya. Itu lah yang gua maksud selama ini. Dulu, setelah insiden itu, Mama dan Papa langsung melempar kesalahan itu kepada gua. Pelanggaran hukum itu tercatat dipengadilan, atas nama Leon Januar. Padahal fakta berkata lain, Papa Malik menyabotase semuanya seakan-akan itu adalah kesalahan yang gua lakukan.
Malam itu Fathan memohon-mohon supaya dibersihkan kesalahannya, dan melempar semuanya kepada gua. Dia rela melepas gelar doktornya hanya demi memanipulasi semuanya, padahal saat itu, satu minggu lagi ia akan segera menyandang gelar doktornya, ia akan segera di wisuda.
Ia menjadi pemegang anak perusahaan milik Papa Malik, dengan embel-embel “Menggantikan Leon Januar, karena terkena kasus tabrak lari”. Padahal, ialah pelaku yang sebenarnya.
Papa membayar hakim ketua dengan harga yang sangat mahal, mereka tahu siapa pelaku sebenarnya, namun tetap mencatat nama Leon Januar. Ternyata, dibalik semua itu ada perjodohan, yaitu Syahla Khalula. Putri tunggal dari hakim ketua yang saat itu membersihkan kasus gua. Nah ini jawaban dari segala pertanyaan kalian, mengapa Syahla mau menikahi gua meskipun ia tahu bahwa gua terkena kasus tabrak lari? Ya, karena ia tahu, bahwa gua tidak benar-benar bersalah.
Ini semua sudah terjawab, gua tidak perlu merasa bersalah kepada Jani atas kematian Arjuna dan Winarta. Tapi demi tuhan, saat kejadian malam itu, gua engga pernah tahu bahwa pengendara motor itu adalah Arjuna dan Winarta.
Selama dekat dengan Jani, gua juga tidak pernah mengetahui siapa adik dia, dan selama gua menjadi teman dekat Arjuna, gua engga pernah tahu siapa kakak yang selalu dia bangga-banggakan.
Rumit bukan?
**
Ternyata video itu masih berlanjut, video itu menunjukkan posisi pada saat Luky mengeluarkan ponselnya dari jaket, video itu mengarah menuju seat bagian depan, yang memperlihatkan gua duduk disebelah kiri, sementara Fathan dikursi kemudi. Iya Ky, demi tuhan ini semua sangat membantu.
“Dimana nih? Gua mual banget sumpah pengen muntah, Leon lo mabok berapa botol?”
Suara Luky kembali terdengar.
“Ky, gua nabrak orang, dua orang sekaligus.” Itu adalah suara Fathan, suaranya bergetar hebat.
“Hah nabrak apaan? Mimpi kali lo, ini kita di hotel kan?”
“Lo mabok Ky, gua nabrak bego, gua nabrak manusia!!!!”
Itu suara Fathan, sekali lagi itu suara Fathan. Videonya terhenti, lalu orang-orang didalam ruangan ini mulai gaduh, dan ricuh.
“Begitulah yang terjadi, sesuai dengan cuplikan video barusan. Sampai sekarang saya tidak pernah mengirimkan video itu kepada siapapun, sebab saya terlalu takut. Setelah perbincangan kami didepan rumah Fathan, saya berpura-pura izin pergi ke toilet untuk memuntahkan semua isi perut saya. Padahal, saya pergi ke kamar belakang tempat kami berkumpul, disana saya menangis sejadi-jadinya, sebab saya sangat ketakutan atas apa yang terjadi. Tidak lama setelah itu, sekitar tiga jam kemudian, grup BBM ramai dengan topik, Winarta dan Arjuna tewas menjadi korban tabrak lari.” Luky menangis sejadi-jadinya.
“Sa… saya, cukup dekat dengan keduanya, saya sudah menganggap keduanya sebagai adik saya. Saya pengecut, saya takut. Saya selalu ketakuan sehingga saya tidak pernah berani mengungkap semuanya, sampai akhirnya, hari ini, saya memberanikan diri untuk mengungkap semuanya.”
—Para hakim sedang berdiskusi mengenai kasus ini, selama sepuluh menit.—
“Atas perundingan kami semua, dengan adanya bukti-bukti dari saksi yang bersangkutan, terdakwa atas nama Leon Januar, catatan kasus pelaku tabrak lari pada tanggal 4 agustus, tahun 2014. Kami nyatakan, sepenuhnya tidak bersalah.” Hakim ketua mengetuk palunya, sebanyak dua kali.
Kai, Papa tidak bersalah Nak. Papa dinyatakan bebas. Ini semua berkat doa yang dipanjatkan oleh kamu Nak.
Pulang bersama Papa ya Kai? Papa akan merawat kamu semampu yang Papa bisa, meskipun tanpa bantuan Bunda. Jani, terima kasih ya? Terima kasih atas semuanya. Maaf selama ini gua terlalu pengecut.
Arjuna, Winarta, maaf ya? Maaf karena Abang baru mengungkap semuanya hari ini. Penantian kalian sangat panjang ya?
“Saudara Zachary Fathan, anda ditetapkan sebagai terdakwa dipersidangan selanjutnya, sesuai hukum yang berlaku. Anda dapat membawa kuasa hukum atau penasihat hukum, untuk menangangi kasus ini lebih lanjut. Terima kasih” Hakim ketua bersama hakim anggota meninggalkan persidangan yang telah selesai ini. Terima kasih, gua sangat-sangat bersyukur.
**
Saat gua akan melangkahkan kaki menuju pintu keluar, Damian berteriak dan berlari kearah gua.
“Abaaanggggg!!!”
DEGg. Dia memeluk gua erat, sambil menangis.
“Abangg.. Dam tau Dam yakin. Selama ini Abang ga pernah bersalah. Bukan Abang pelakunya!!!!”
“Iya Dam, akhirnya semuanya terungkap, meskipun pelaku sebenarnya adalah Fathan.”
“Bang!!!! Dam bersyukur bahwa pelakunya bukan Abang!!! Maaf ya Bang, maaf karena Dam sempat menyalahkan Abang!!!”
Dia memeluk gua semakin erat, dengan tangisan yang tersedu-sedu. Anjani, masih terduduk dibangku panjang itu, menundukkan kepalanya, menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
Hari ini begitu melelahkan, sungguh melelahkan. Obat satu-satunya mungkin bertemu dengan sang buah hati, Kai, tunggu Papa pulang ya?
—-Wisata Masa Lalu.