Truth.

“Tumben banget ada yang berkunjung ke Apartment gua, tumben banget dah” Jani bergumam sembari berjalan membuka pintu, ia tidak ragu untuk langsung membukanya. Jani kaget melihat siapa orang yang datang, matanya terbelalak, mulutnya menganga.

“Bruakkkkk” Orang itu masuk tanpa permisi dan langsung membanting pintu Apartment milik Jani, seketika pintu tertutup, orang itu langsung memeluk Jani dengan sangat erat. Detak jantung keduanya tidak stabil, sama-sama berdetak dengan kencang. Napas orang itu tersengal-sengal, sepertinya ia tidak bisa mengontrol emosinya sendiri.

“Gua m-minta mma-maaf Janiiiiii” Orang itu tiba-tiba meminta maaf dan menangis, air matanya begitu deras, suaranya parau.

Ia mendorong Jani ke arah tembok secara pelan, seperti tidak ada tenaga. Tiba-tiba saja “Duaghhhhhhh” ia memukul tembok tepat di sebelah wajah Anjani, 98% hampir mengenai wajah mulus milik Anjani.

“Jani maafin semua kesalahan gua! Gua mohon maa-maafin gua!” Ia kembali meminta maaf, masih dengan tangisan dan suara yang parau.

Jani menutup mata rapat-rapat, ia memiliki setengah ketakutan namun ia juga penasaran apa maksud dari perkataan orang di hadapannya ini.

“Gua sayang sama lo”

“A-apa maksudnya?” Suara Anjani terbata-bata.

“LO TULI? GUA SAYANG SAMA LO SEJAK DULU ANJING” “GUA SAYANGGG SAMA LO JANI TAPI GUA TERLALU PENGECUT BUAT NGAKUIN SEMUANYA!” Orang itu berteriak tepat di telinga Anjani.

Anjani menutup telinga dengan kedua tangan, karena suara orang itu sangatlah menyakiti gendang telinganya.

“ANJING LO DENGER GUA GA? GUA SAYANG SAMA LO SEJAK DULUUU!” Orang itu menggoncang tubuh kecil Jani dengan kedua tangannya.

Air mata Jani mulai turun perlahan, bukan karena teriakannya. Tetapi, karena kebenarannya. Jani harus memastikan sekali lagi.

“Lu mabuk, minum susu ya? Supaya netral alkoholnya?” Jani memegang wajah pria itu.

“ANJING NGAWUR GUA GA MABOK! LO PUAS KAN LIAT GUA NYATAIN SEMUA INI? SEJAK LAMA GUA UDAH SAYANG SAMA LO JANI, TAPI KENAPA DULU GUA PENGECUT JAN KENAPAAA? JAWAB ANJING” Pria itu semakin menjadi-jadi.

Anjani menarik napas dalam-dalam, ia perlahan mengelus kepala pria tersebut. Berusaha menenangkan, dan benar saja, pria tersebut terlihat sedikit tenang. Tangannya perlahan melemas, lalu pria tersebut menyandarkan kepalanya di leher Anjani. Lehernya perlahan basah karena air mata pria tersebut, Jani ikut menangis, pelukan Jani juga sama eratnya dengan pria itu.

Pria itu perlahan melepas pelukannya, mencoba berdiri tegak. Sial, pakaiannya terlihat berantakan, dasi yang terpasang sudah tidak lagi beraturan. Ia melepas jas yang di pakainya, lalu kembali memeluk Anjani.

Perlahan mengelus kepala Jani, dan membawa tubuh Jani kedalam pelukannya. Mereka berpelukan dengan waktu yang cukup lama, sekitar sepuluh menit. Tanpa kata, tanpa suara. Yang ada hanya isak tangis keduanya.

“Maaf gua terlalu terlambat untuk ungkapin semuanya, maaf yaa?” Pria itu tak berhenti mengelus kepala Anjani, sesekali menciumi pucuk kepala wanita yang sedang di peluknya.

“Kenapa? Kenapa semuanya terlambat, sekarang keadaan udah jauh berbeda hah hahaha” Jani memukul pelan punggung pria tersebut.

“Ini semua salah gua Jan, gua terlalu banyak ketakutan. Sorry banget, ya?”

Jani melepaskan pelukannya, ia mengusap air mata yang sudah membanjiri pipinya.

“Lo anjing banget tau ga?”

“Lo bebas ngatain gua apapun Jan”

“Lo baru bilang sekarang? Setelah semuanya semakin rumit?”

“So sorry Janiiiiii” Laki-laki itu kembali memeluk Jani, mengusap punggungnya dengan pelan.

“Sekarang udah engga ya?”

“Apa?”

“Lo udah ga sayang sama gua kan?”

“Hati gua selalu sesak Jan, gua berusaha untuk kubur sendirian fakta ini, tapi gapernah berhasil. Dan selalu mengganjal”

Jani memutar bola matanya, batinnya berkata “Dunia sebercanda ini ya?”

Pria itu merapihkan rambut Jani yang berantakan, lalu tertawa manis “Cantik, pesona Anjani gapernah gagal”

“Maaf karena gua gapernah berani ungkap ini semua, rasa kita berdua gapernah bisa bersatu” Pria tersebut kembali meneteskan air mata.

“Sialan, dunia ga pernah mau liat gua bahagia. Keparat” Anjani mengepalkan tangannya.

“Segitu aja dari gua ya Jan? gua minta maaf banget Jan, maaf kalo selama ini gua nyakitin lo” Pria itu menatap Jani lekat-lekat, menyibakkan rambut Jani ke samping telinganya.

“Bahagia terus ya cantik? Lo ga pantes dapetin laki-laki bajingan seperti gua, maaf beribu maaf” Pria tersebut mencium kening Jani, mengusap punggung tangannya. Lalu melangkah pergi, dan meninggalkan tempat itu sekaligus Jani yang mengerang semakin keras. Erangannya sungguh menyakitkan, hatinya semakin pedih dengan fakta yang sebenarnya.

Ah Jani, semoga bahagia segera menghampirimu ya.