writes.as/meiasilue/

Tentang Dia, Yang Sudah Lama Pulang.

Kalian belum tahu dia kan? Dia, Arjuna Gandhi. Satu-satunya adik kesayangan saya, Kaia Anjani. Dia peninggalan paling berharga yang di berikan oleh Bapak & Mamah. Saya telah gagal menjadi seorang kakak bagi Arjuna, saya juga telah gagal karena tidak menjaga dia dengan baik.

Arjuna memiliki bakat di bidang musik, ia pandai bermain gitar, suaranya juga tak kalah bagus dari Bung Fiersa Besari, hahaha bercanda ya Bung. Selain itu, dia juga pandai berbahasa inggris. Ntahlah dia belajar darimana, tetapi kemampuannya patut di acungi jempol.

Saya pernah mengalami mual-mual selama satu minggu setelah pertama kali melihat guru besar Fakultas Kedokteran alias Cadaver, dan ya kalian tahu? Saya tidak bisa makan sama sekali. Namun, Arjuna memberi saya wejangan yang dengan mudahnya mendistrak pikiran saya sendiri. Aneh, perkataan dia memang selalu masuk di akal. Selama satu minggu itu, dia selalu membawakan saya bekal yang ia buat di pagi hari sebelum berangkat sekolah.

Menu nya memang sederhana, tapi selalu menggugah selera. di tambah dengan aturan yang ia buat sendiri. “Nih bekalnya di habiskan ya Mba? Kalau ga habis, Mba harus bayar seratus ribu ke Juna” Gila kan? Saya ini mahasiswi miskin Jun, mana mungkin rela memberikan uang seratus ribu hanya untuk denda bekal yang tak habis, hahaha.

Arjuna ini salah satu anak IPS yang merangkap menjadi anak IPA, gila kan dia? Dia rela belajar mati-matian hanya untuk menjadi joki tugas teman-teman saya yang notabenenya adalah “Anak Kedokteran”

“Jun makalah udah jadi? Jun makalah udah beres kan? Jun file nya kirim sebelum jam 3 ya” begitulah kira-kira isi pesan masuk yang ada di ponselnya. Dia melakukan ini semua bukan karena gaada kerjaan lho, justru ini semua karena dia butuh uang, hebat ya? Uangnya untuk apa? Untuk bayar biaya semesteran saya hehehe.

Kok bisa sih dia kenal teman-teman saya? Saya tidak sengaja menitipkan dia hahaha. Waktu itu, saya ada tugas bakti sosial di luar pulau jawa, nah saya terpaksa harus titipkan dia kepada Yuta, Jericko, Aldin dan Winarta, tapi setelah itu adik saya di rebut oleh mereka hahaha. Wajar, karena dia pandai bergaul.

Kata-kata legendaris miliknya yang selalu saya ingat adalah “Mba makan! Mba tidur! Mba minum air putih yang banyak! Mba belajar besok ujian blok! Mba beliin es kelapa! Mba mau uang? Mba mau dimsum? Mba saya mau nyoba mandi pake es batu crystal boleh?”

Hahaha saya rindu sekali. Memang ya, rencana tuhan memang selalu sangat tiba-tiba. Saya menyesal karena tidak bisa menghabiskan waktu dengan dia untuk lebih lama lagi, andai saja waktu dapat diputar kembali. Jun, Mba udah dapet gelar dokter loh hehehe, Juna gamau kembali? Juna gamau foto sama Mba pake toga Unpad yang kata Juna keren banget ituloh.

Apa kabar SBM ITB? Fakultas itu nungguin kamu loh Jun, huhuhu. Mana Arjuna Gandhi yang katanya siang-malam memperjuangkan SBM ITB? Jun, kamu lolos. Lolos ke fakultas SBM Jun!!!!

Mba sedih Jun, Mba sedih waktu buka portal SBMPTN punyamu. Warnanya biru, sama seperti warna kesukaanmu. “Selamat Anda Dinyatakan Lulus SBMPTN” Begitulah katanya Jun. Sayang ya Jun? Tuhan belum mengizinkan, tolong bersabar ya?

Jun, padahal waktu itu kamu cuma izin buat pergi beli senar gitar, kok malah pergi untuk selamanya sih Jun? Licik, kamu juga bawa Winar pergi. Padahal Winar itu wakil ketua BEM di kampus Mba lho, semuanya jadi berantakan sejak Winar pergi.

kenapa Jun? Juna ga sayang lagi sama Mba ya? Makanya Juna pergi tanpa pamit? Jun, kamu gatau ya kenapa Mba mu ini terus hubungin kamu waktu itu? Waktu itu, Mba bikin puding susu kesukaan kamu Jun, banyak sekali. Setelah kamu pergi, puding itu terus membeku di dalam freezer Jun.

Arjuna, hati Mba sakit Jun dengar kamu dan Winar sudah tak bernyawa akibat insiden tabrak lari itu. Andai saja dulu Mba punya banyak uang, mungkin sedari dulu kasus itu sudah terselesaikan Jun. Juna, tolong sampaikan juga pada Winar bahwa Mba akan usut kembali kasus ini. Oiya, kamu gatau ya Winar juga menyusul untuk pergi bersama kamu?

Winar berpulang ke pangkuan tuhan-Nya sesaat setelah ia dibawa menuju rumah sakit. Winar memang sudah seperti kakak ya bagimu? Ia setia ya Jun, Juna pulang ke rumah tuhan, ia juga malah pergi mengantar Juna.

Sudah dulu ya Jun? Mba cape, tangan dan pikiran Mba lelah. Eh, bagaimana bahasa Mba? belum sepenuhnya bagus ya? Maaf, lain kali Mba perbaiki. Salam untuk Winar ya? Bahagia selalu yaa, doa Mba menyertai kalian.

—Happy Wedding, Fath-

“Temen-teman, thank you banget buat hari ini ya! Kalian luar biasa pokoknya” Fathan mengacungkan kedua jempol miliknya, di ajukan untuk para sahabatnya.

“Malem ini kalian bebas yaa nginep dan minum-minum di villa gua, pokoknya bebas deh mau ngapain aja”

“Gua sama Kayla duluan ya, tapi sorry nih kita pisah room hahaha. Kalian gaboleh ganggu malem pertama gua, awas aja hahaha” Fathan & Kayla bergandengan meninggalkan para sahabatnya. Semuanya tertawa kecuali Anjani.

Anjani mengeluarkan satu bungkus rokok Marlboro Merah, lalu mengapit satu batang rokok tersebut di bibirnya. “pinjem cricket dong”

“Wesssss ngerokok lagi wessss hahaha” Aldin, Jericko dan Yuta mengejek Jani sambil tertawa terbahak-bahak. Beberapa waktu yang lalu, Anjani menginterupsi bahwa dirinya tidak akan merokok lagi, tapi hari ini ia kembali merokok. Wanita jaman sekarang memang omongannya tidak bisa di percaya hahaha—

Tiba-tiba terdengar bunyi pemantik di nyalakan, Leon menyalakan cricket miliknya dan mulai membakar sebatang rokok di bibir Jani.

Asap mulai keluar dari mulut serta hidung mancung milik Jani, yang lain hanya menatapnya iba, Jericko memecah keheningan dengan berdehem “Ehemmm, have fun Jani! Kita lepas profesi dokter kita buat malam ini aja! Kita bebas liar malam ini!!!” Suara milik Jericko bergema di ruangan terbuka itu, ia membuka jas hitam yang sedari tadi ia gunakan.

“Gua mau jemput cewe, nanti balik lagi kesini. Oiyaa, jangan buka botol sebelum gua balik sini yaaa!” Jericko berlari, ia sangat bersemangat, bukan main.

“Kita juga, gua mau nyamperin istri terus si Aldin mau ambil baju ganti di mobil. Kalian berdua duluan aja masuk Villa. Tapi inget, jangan buka botol duluan owkay” Yuta mengeluarkan smirk miliknya, lalu merangkul Aldin sambil melangkah pergi.

Yang tersisa hanya Leon dan Anjani, mereka berdua sama-sama terdiam dan bergelut dengan pikirannya masing-masing. Anjani tiba-tiba saja berjongkok “This is so painful, Leon”

Leon berdiri di hadapan Anjani, mengelus pelan rambut wanita di bawahnya. Leon mengambil rokok yang hampir habis itu dari tangan Anjani.

“Udahlah Jan, lo cuma nyakit-nyakitin diri sendiri” Leon menghisap dalam-dalam rokok tersebut, “Hmm manis” katanya.

“Ikhlasin Fathan, lo harus bisa Jan. Dia aja gatau tentang semua perasaan lo, apalagi rasa sakit lo”

“Berisik” Anjani mendongakkan kepalanya ke arah Leon.

“Hahaha lo nangis? Anjani seriusan lo nangis?” Leon berjongkok menyesuaikan dirinya dengan Anjani.

“Ckkk beneran nangis” “Sini-sini deh” Leon membawa Anjani ke dalam pelukannya, mendekapnya dengan sangat erat.

“Jan, lo gaboleh kaya gini. Takdir lo bukan Fathan, lo bener-bener harus terima. Tuhan punya rencana lain buat lo, let’s movin on Jan”

Anjani masih menangis tanpa suara, air matanya membuat mascara di bulu matanya luntur.

“Gua engga ganti pin ATM deh perasaan” Leon sedikit tertawa.

“Hah? Apa urusannya?” Anjani masih dengan terisak-isak.

“Lo beli make up murah ya? Kan gua udah kasih kartu sama pin ATM gua tempo hari ke lo buat beli make up, kok beli yang murah?”

“Apasih lu bertele-tele, gua gabisa mikir Leon!!!!!” Anjani kembali merengek, mencubit dada bidang milik Leon.

“Hahaha aw aw ampun-ampun jangan nyubit, ok ok bentar stop dulu jangan nyubit” Leon berdiri sambil membuka jas yang ia kenakan.

“Tuh mascara yang lo pake luntur, sumpah sekarang lo keliatan kaya gembel” Leon menggulung lengan kemeja putihnya, lalu ia mengeluarkan sapu tangan bergambar gitar “Nih, lap dulu tuh”

Anjani kaget mendengar ucapan Leon, rasa kesalnya semakin menjadi-jadi, ia kembali menangis. “Aahah gilaa kenapa sih lu ga ngasih tau dari tadi” Anjani menyambar sapu tangan itu dari tangan Leon, ia mengusap air matanya terlebih dahulu.

“Ih susah ini mah harus pake micellar water” Anjani semakin berantakan setelah mascara nya mulai belepotan di area sekitar matanya.

“Bawa? Ada dimana? Di mobil Aldin?”

“Engga… ketinggalan di apart Fathan”

“Jadi?” “Gua harus beli?”

“Iya…”

“Yaudah, tunggu disini, gua bisa lari ke Alfamart di depan gerbang sana”

“Jauh ya?”

“Hmm lumayan, mobil gua juga di parkir disana kan”

Anjani berdiri merapihkan dress nya yang agak kusut, ia juga melepaskan heels 5cm miliknya.

“Ikut”

Leon menggaruk tengkuknya yang tak gatal “Umm ya ayo, tap-pi ngapain lepas high heels?”

“Gendong” Anjani memasang ekspresi clingy, di tambah dengan riasan yang sudah sangat berantakan bercampur dengan air mata, Hah Leon tidak akan pernah menolak satupun permintaan Anjani.

“Ayo naik” Leon menawarkan punggungnya, ia sedikit berjongkok. Anjani langsung menaruh tubuhnya di atas punggung Leon, lalu mengalungkan tangannya di leher Leon.

“Hahaha ayo maju kuda” Anjani mencium pelan pucuk kepala Leon “Hmmmmm masih wangi banget nih rambut om-om”

“Ya jelas lah, kepala gua mah make shampoo mahal” Leon mulai mengangkat tubuh dan memegangi Jani, melangkah pelan-pelan agar wanita tersebut merasa nyaman.

Sepuluh langkah, lima belas langkah perjalanan mereka masih tetap hening. Leon tersenyum di sepanjang jalan. Wanita yang satu tahun lalu membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama, kini selalu ada di dekatnya, dengan jarak yang tak pernah terbatas.

“Fathan, makasih banyak yaa karena lo ga di takdirkan dengan Jani. Jani harus jadi milik gua, Hahaha walaupun belom tentu Jani mau sama gua” Begitulah batin Leon.

“Jan”

“Hmmm?”

“I love u”

“Hahaha basi”

“Will u marry me?”

“Hahaha, let’s go”

“Gua ga bercanda anjing”

“Hahaha gua ngantuk ah, kalo udah sampe Alfamart bangunin”

Leon tertawa kecil, begitu lucu wanita satu ini, segala hal unik selalu ada di dalam dirinya.

Anjani harus bahagia, begitulah Leon berjanji kepada dirinya.

“Fathan, sekali lagi selamat. Bahagia selalu bro, semoga keluarga kecil lo selalu di lindungi dan di berkahi. Gua bakalan segera memperbaiki hubungan keluarga kita, begitupun dengan segala kesalahan gua. Gua sayang sama lo, lil bro” Leon terus membatin di sepanjang jalan, ia masih menggendong Jani di punggungnya.

Waktu 10 menit terasa sangat lama karena Leon sengaja berjalan dengan pelan, tidak lain tidak bukan alasannya adalah supaya bisa berlama-lama dengan Jani.

——“Jan, i still love u and happy wedding Fath”—-

//Kopi, Game Dan Anjani

*nsfw

Mercy putih milik Leon sudah terparkir di area parkiran rumah sakit ternama di kota Bandung. Ia keluar dari mobil sambil mengacak rambut hitam miliknya, tidak lupa ia juga menenteng beberapa Ice Americano kesukaan Jani.

Leon berjalan dengan langkah yang besar, laki-laki jangkung itu sangat gagah jika sedang berjalan, ditambah dengan badan tegap semakin menambah aura bahwa dirinya terlihat seperti preman. Padahal nyatanya, ia hanya pria dewasa yang kesepian dan juga kesehatan mental yang tidak stabil.

Saat hendak memasuki lobby rumah sakit tersebut, ia melihat seseorang sedang berjalan dengan pandangan yang kosong, wajahnya terlihat lesu, rambutnya lepek berantakan seperti sudah berhari-hari tidak keramas.

“Anjani—” panggil Leon kepada seseorang tersebut. Jani langsung mengedarkan pandangannya, mencari-cari sumber suara tersebut.

“Janiiiii, why are u so messy babe?” Ucapnya sambil menyibakkan rambut milik Jani ke belakang telinganya.

“Capee, mau berenti aja” jawab Jani singkat sembari mengulurkan tangannya seperti ingin meminta sesuatu.

“Ice Americano kan? Nih—”

“Tangan, pengen pegang tangan Leon” Jani memotong ucapan Leon.

“Sure!” Tangan besar milik Leon menggenggam dan mengunci jari-jari lentik milik Jani.

______________________

“Kopinya kok lebih pait dari biasanya sih?” Ucap Jani saat menyeruput Ice Americano—nya di dalam mobil milik Leon.

“Itu tuh akibat satu minggu lu engga minum kopi, kok harus nolak sih? Setiap gua mau kirimin kopi kesini, lu selalu nolak”

“Lu ngehindar dari gua?” Mata Leon mengintimidasi Anjani.

Jani menghembuskan kasar napasnya “Hahhhh, gua engga menghindari siapapun. Gua lagi capek aja Le, urusan pekerjaan yang ga pernah kelar, kepala gua mumet juga mikirin temen sendiri mau nikah hahaha” Jani tertawa sembari membuang pandangannya terhadap Leon.

Leon tidak bersuara, tangan kanannya hanya bergerak menghidupkan mesin mobilnya, sementara tangan kirinya tidak berhenti mengelus pucuk kepala Jani.

“Pulang ke apart lu aja” Ucap Jani singkat. Leon tidak menjawab ucapan Jani, ia melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.

______________________

Setelah sampai di Apartement milik Leon, Jani langsung bergegas memasuki kamar mandi dan mengguyur tubuhnya dari atas kepala hingga ujung kaki yang terasa sangat lengket itu. Tidak lupa ia juga memijat pelan kepalanya.

Sementara Leon, ia langsung menyalakan pc gaming miliknya dan bergegas memainkan game yang ia pilih.

“Mau duduk disitu” Tiba-tiba saja Jani menginterupsi sambil menggosok rambutnya yang masih basah.

“Siniii” Leon menepuk pahanya pelan. Ia membenarkan posisi duduknya dan mempersilahkan Jani untuk duduk di pangkuannya.

Tidak basa-basi lagi, Jani langsung menduduki paha milik Leon. Ia duduk menghadap Leon dan membelakangi komputer-komputer tersebut. Ia menyandarkan tubuhnya di dada bidang milik Leon.

“Enteng banget, diet lu?”

“Sialan, diet darimana? Ni tubuh terkuras habis gara-gara pikiran gua hahaha”

“Bibir—lu kering banget Jan” “Udah seminggu gapake lip care yaa?”

“Iya nih, malahan baru ketemu sekarang sama lip care nya” Ucap Jani mengedipkan satu matanya.

“Hahaha Jani u so cuteee” Leon berhenti bermain game, tangannya mulai mengusap-ngusap pinggang ramping milik Jani.

Leon menyedot habis Ice Americano yang ada di nakas dekat komputernya, lalu pelan-pelan ia menyapu bibir kering merah muda milik Jani dengan lidahnya.

Leon menggigit pelan bibir bawah milik Jani, begitupun dengan Jani, ia menautkan lidahnya dengan lidah milik Leon. Saliva milik Jani menetes perlahan, tetapi Leon selalu sigap menelan saliva itu kembali.

“Slurppp” Leon selalu bersuara saat menelan saliva milik Jani, itu semua selalu membuat Jani semakin bergairah.

Leon menuruni leher Jani, ia mengecup beberapa bagian leher Jani yang panjang itu. Tanda merah bermunculan sesaat setelah Leon mengecup kuat leher putih tersebut. Jani melenguh, merasa geli dengan perlakuan Leon terhadap dirinya sekarang.

“Boleh ya?” Dua suku kata yang membuat perut Jani di penuhi kupu-kupu terbang. Tanpa persetujuan dari pemiliknya, tangan Leon sudah memasuki area dalam kaus yang di kenakan Jani.

Tangannya bergerak menyentuh dua bongkahan yang masih terbungkus rapih, memijatnya pelan di area yang sangat sensitif.

Tangan Leon bergerak membuka kaus putih oblong milik Jani, sudah setengah terbuka, ia berusaha mencari pengait sesuatu yang menjadi penghalang antara dirinya dan dua bongkahan tersebut.

“Kalo di buka, aku marah yaa!” Tatapan Jani mengintimidasi Leon.

Leon tertawa sambil terus berusaha membuka pengait tersebut, sampai akhirnya ia berhasil membukanya.

“Aku lebih suka kamu marah-marah Jan, sexy”

*udah ya, selebihnya silahkan berkhayal